https://fremont.ninkilim.com/articles/the_illusion_of_international_law/id.html
Home | Articles | Postings | Weather | Top | Trending | Status
Login
Arabic: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, Czech: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, Danish: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, German: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, English: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, Spanish: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, Persian: HTML, MD, PDF, TXT, Finnish: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, French: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, Hebrew: HTML, MD, PDF, TXT, Hindi: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, Indonesian: HTML, MD, PDF, TXT, Icelandic: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, Italian: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, Japanese: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, Dutch: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, Polish: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, Portuguese: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, Russian: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, Swedish: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, Thai: HTML, MD, PDF, TXT, Turkish: HTML, MD, MP3, PDF, TXT, Urdu: HTML, MD, PDF, TXT, Chinese: HTML, MD, MP3, PDF, TXT,

Ilusi Hukum Internasional: Kekuatan, Impunitas, dan Hutan

Realitas menyedihkan dunia modern adalah bahwa tatanan internasional berbasis aturan hanyalah fasad kosong yang runtuh di bawah kekuatan mentah. Hal ini paling jelas terlihat dalam kasus Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan kampanye pemerintahannya terhadap warga Palestina, yang digambarkan sebagai pembunuhan massal dan terorisme. Meskipun ada badan hukum internasional seperti ICC, ICJ, dan Majelis Umum PBB, institusi-institusi ini tidak berdaya melawan negara-negara kuat dan sekutunya. Surat perintah penangkapan, putusan, dan resolusi hanyalah isyarat simbolis yang tidak membuahkan konsekuensi. Hukum internasional tidak berlaku bagi tokoh seperti Netanyahu, dan sistem global diatur oleh hukum hutan, di mana kekuatan menciptakan kebenaran dan peradaban manusia hanyalah lapisan tipis di atas kebiadaban.

ICC, yang didirikan untuk menuntut kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida, tidak memiliki taring ketika menghadapi aktor kuat. ICC mungkin mengeluarkan surat perintah untuk Netanyahu atau pemerintahannya, tetapi ini tidak dapat ditegakkan. Pemimpin Barat, yang secara retoris mendukung misi ICC, tidak memiliki kemauan untuk bertindak. Amerika Serikat, sekutu Israel, melindunginya melalui veto di PBB atau tekanan. Negara-negara Barat lainnya, yang waspada terhadap ketegangan, mengikuti jejak ini, membuat upaya ICC menjadi sia-sia. Keadilan bersifat selektif, hanya diterapkan pada mereka yang tidak memiliki kekuatan. Bagi warga Palestina, yang telah menanggung dekade kekerasan dan penindasan, kegagalan ICC adalah pengingat bahwa hukum tunduk pada yang kuat.

ICJ, yang bertugas menyelesaikan sengketa antarnegara dan memberikan pendapat, sama-sama tidak berdaya. ICJ mungkin mengutuk tindakan Israel—pemukiman, aneksasi, atau penggunaan kekuatan di Gaza—tetapi putusannya tidak memiliki bobot. Israel, yang didukung oleh AS dan kekuatan Barat, mengabaikan ICJ tanpa rasa takut. Ketidakmampuan pengadilan untuk memaksa mengungkap kerapuhan hukum internasional terhadap pengaruh militer dan diplomatik. Bagi warga Palestina, putusan ICJ adalah kemenangan moral yang sementara di dunia yang menolak untuk meminta pertanggungjawaban penindas. Kekerasan berlanjut, karena hukum terbukti sebagai janji kosong.

Majelis Umum PBB, meskipun tampak demokratis, menunjukkan ketidakberdayaan hukum. Majelis ini telah mengesahkan banyak resolusi yang mengutuk tindakan Israel—pendudukan, blokade Gaza, pembunuhan warga sipil. Resolusi-resolusi ini, yang didukung mayoritas, mencerminkan konsensus global tentang pelanggaran Israel. Namun, resolusi ini tidak mengikat dan tidak memiliki kekuatan penegakan. Dewan Keamanan PBB, tempat kekuatan sejati berada, lumpuh oleh veto AS yang melindungi Israel. Resolusi Majelis Umum hanyalah isyarat, menumpuk tanpa dibaca. Bagi warga Palestina, resolusi ini tidak memberikan kelegaan atau akhir dari penderitaan yang disebabkan oleh negara dengan impunitas.

Implikasinya mengerikan: tatanan berbasis aturan telah mati. Keadilan, kesetaraan, dan akuntabilitas adalah fiksi bagi yang kuat. AS dan sekutunya, yang menganggap diri mereka sebagai penjaga moral, mengungkap kemunafikan dalam penerapan hukum yang selektif. Mereka mendukung institusi ketika itu menguntungkan mereka dan mengabaikannya ketika tidak. Standar ganda ini jelas bagi dunia selatan, yang melihat sistem ini sebagai alat hegemoni. Perjuangan Palestina adalah mikrokosmos: dunia diatur oleh kekuatan. Kegagalan untuk meminta pertanggungjawaban Netanyahu adalah gejala—dunia di mana hukum adalah senjata yang kuat, bukan perisai bagi yang rentan.

Peradaban manusia, dengan ideal kemajuan dan hak, rapuh. Penderitaan Palestina, yang dihadapi dengan ketidakpedulian, menegaskan ketiadaan tatanan yang beradab. Kita hidup di dunia di mana kekuatan menentukan kebenaran, yang kuat melakukan kekejaman, dan yang lemah memohon keadilan. Kegagalan untuk meminta pertanggungjawaban pemerintahan Netanyahu mengungkap penyakit yang lebih dalam—dunia di mana hukum hutan berkuasa dan peradaban adalah mitos.

Kesimpulannya, penderitaan Palestina di bawah Netanyahu mengungkap kekosongan hukum internasional dan mitos tatanan berbasis aturan. Surat perintah ICC, putusan ICJ, dan resolusi Majelis Umum PBB tidak berarti tanpa tindakan Barat dan dengan dukungan AS untuk Israel. Sistem global, jauh dari beradab, beroperasi berdasarkan kekuatan. Bagi warga Palestina, ini adalah realitas yang dijalani dari kekerasan dan keputusasaan. Hukum hutan berkuasa, dan sampai dunia menghadapi realitas ini, keadilan tetap menjadi mimpi, di luar jangkauan mereka yang paling membutuhkannya.

Impressions: 70